
Para pemimpin industri Filipina menyuarakan kekhawatiran terhadap usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memberlakukan tarif 100 persen untuk semikonduktor impor, seraya memperingatkan bahwa langkah tersebut dapat memberikan pukulan serius bagi sektor elektronik negara mereka yang bergantung pada ekspor.
Trump mengumumkan rencana tarif itu pada Rabu (6/8), namun tidak memberikan rincian jelas mengenai implementasi atau jadwalnya.
Presiden Semiconductor and Electronics Industries in the Philippines Foundation, Inc., Dan Lachica pada Kamis memperingatkan langkah tersebut dapat memiliki dampak “menghancurkan” terhadap ekspor Filipina, terutama industri elektroniknya, yang masih menjadi kontributor utama dalam perdagangan luar negeri negara tersebut.
Menurut data dari Otoritas Statistik Filipina (Philippine Statistics Authority), produk elektronik, termasuk semikonduktor, merupakan komoditas ekspor utama negara itu pada 2024, dengan total pendapatan mencapai 39,09 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp16.379). Angka itu mencakup 53,4 persen dari total ekspor Filipina.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Filipina George Barcelon mengatakan kepada media lokal bahwa semikonduktor seharusnya tidak dikenakan tarif yang begitu tinggi, seraya menekankan banyak produk tersebut tercakup dalam Perjanjian Teknologi Informasi (Information Technology Agreement) di bawah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang umumnya menjamin tarif nol bagi anggota yang berpartisipasi.
Seorang peneliti di wadah pemikir (think tank) Asia-Pacific Pathways to Progress Foundation yang berbasis di Manila Lucio Pitlo mengatakan Filipina, yang umumnya berperan sebagai basis perakitan dan pengujian semikonduktor, tetap rentan terhadap gangguan rantai pasokan global.
Berada di bagian bawah rantai nilai, ia memperingatkan pekerjaan di sektor itu dapat dengan mudah dialihkan ke negara lain dengan kondisi tarif yang lebih menguntungkan.