
Harta kekayaan terkadang sering membuat seseorang terlena ataupun abai terhadap lingkungan sekitar. Mereka jadi tak peduli bahwa masih banyak orang lain yang tidak seberuntung dirinya. Namun, hal ini tidak terjadi pada Sugianto Kusuma alias Aguan.
Perlu diketahui, Aguan merupakan pendiri dan pemilik dari konglomerasi properti terbesar di Indonesia, yakni Agung Sedayu Group (ASG). Dia mendirikan ASG pada 1971 dan dalam sekejap menjadi pengusaha ternama Indonesia. Dalam laman resmi perusahaan, tercatat ada 57 properti Aguan di bawah bendera Agung Sedayu yang tersebar di Jabodetabek.
Semua itu praktis membuat Aguan memiliki kekayaan melimpah. Namun, kekayaan dan nama besar yang terus berkibar tak membuatnya terlena. Dia masuk dalam jajaran sedikit pengusaha yang aktif dalam aksi filantropi. Kegiatan filantropi Aguan banyak melibatkan Yayasan Buddha Tzu Chi.
Dalam situs resmi, Yayasan Buddha Tzu Chi merupakan lembaga sosial kemanusiaan global yang didirikan oleh Master Cheng Yen pada tahun 1966 dan berpusat di Hualien, Taiwan. Di Indonesia, yayasan ini baru berdiri pada 1993 dan berkomitmen untuk menebar cinta kasih dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa pandang suku, bangsa, ras dan agama.
Meski yayasan sudah berdiri sejak 1993, Aguan baru mengenal Tzu Chi pada 2002 alias 23 tahun lalu karena banjir besar Jakarta. Saat banjir, muncul rasa prihatin Aguan terhadap kondisi korban dan menggerakkannya untuk turun gunung membantu mereka.
“Biasanya kita kan hanya dari rumah ke kantor, itu pun lewat tol. Atau pergi ke luar negeri. Kalau lihat juga hanya lewat TV. Waktu banjir itu, sesudah melihat semuanya, baru benar benar merasakan apa yang Master bilang, ‘Antara yang miskin dan kaya, perbedaannya terlalu jauh,’,” kata Aguan, dikutip dari situs resmi Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.
Dari sini, Aguan terus aktif di yayasan. Dia kemudian diajak oleh pengusaha pendiri Sinar Mas, Eka Tjipta, untuk membangun rumah bagi korban banjir di Kali Angke. Sebagai pengusaha properti, dia langsung menyetujui ajakan tersebut dan bergegas menjadi salah satu donatur pembangunan rumah bagi para korban.
Saat aktif di Yayasan Buddha Tzu Chi, Aguan tercatat sebagai Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Dia bertugas bersama Franky Oesman Widjaja dan Liu Su Mei. Posisi ini menjadikannya turut aktif meminta rekan-rekan sesama pengusaha untuk terlibat filantropi. Baginya membantu orang miskin adalah kewajiban. Sebab lewat cara filantropi, kesenjangan bisa berkurang. Lalu negara menjadi tentram.
“Kalau jarak kaya-miskin terlalu jauh, wajar terjadi kecemburuan. Tapi kalau kita ada kepedulian, jaraknya bisa dipersempit, sehingga negara menjadi tenteram. Kalau negara tenteram, kehidupan ekonomi baru dapat berputar dengan baik,” terang Aguan.
Berkat dia, akhirnya Yayasan Buddha Tzu Chi menjadi wadah filantropi para pengusaha. Dipimpin Aguan, Tzu Chi aktif membantu masyarakat Indonesia di berbagai kesulitan, seperti bantuan tsunami Aceh 2004 hingga bedah kampung.
Aguan mengaku keikutsertaan di Tzu Chi mengubah ritme hidupnya. Hampir setiap minggu dia selalu datang ke kantor Tzu Chi Indonesia. Bahkan, ketika pulang kerja dia tak mau lagi kumpul-kumpul bersama teman dan memiliki mengabdikan diri sebagai relawan Tzu Chi sebagai bentuk taat terhadap ajaran agama.
Perlahan, aksi filantropi seakan menjadi hobi bagi pria kelahiran 1951 ini. Atas nama perusahaan-perusahaan, Aguan selalu membantu masyarakat. Terbaru, misalnya, dia membagi-bagikan 30.000 paket berat atau setara lebih dari 150 ribu ton berat ke masyarakat dan nelayan yang tinggal di Kabupaten Tangerang.
Tak hanya itu, dia juga aktif memberikan bantuan beasiswa pendidikan di berbagai jenjang untuk anak-anak agar bisa mendapat pendidikan lebih tinggi. Belum lagi, Aguan juga membangun sekolah dan rumah gratis untuk warga yang membutuhkan.