Rupiah melanjutkan penguatan di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) di tengah penantian pelaku pasar terkait rilis kebijakan suku bunga Bank Sentral Indonesia dan China pada esok hari (20/11/2024).
Melansir data Refinitiv, pada penutupan Selasa (19/11/2024) rupiah berhasil menguat hingga 0,13% berada di level Rp15.825/US$. Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi di rentang Rp15.835/US$ hingga Rp15.780/US$.
Sejalan dengan rupiah, Indeks Dolar AS (DXY) ikut menguat hingga 0,04% tepat pukul 15.00 di posisi 106,323.
Penguatan nilai tukar rupiah pada hari ini dipengaruhi oleh sentimen penting yang menjadi perhatian pelaku pasar, yakni rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) yang berlangsung hingga Rabu (20/11/2024).
Dalam rapat ini, akan diumumkan keputusan terkait suku bunga acuan BI untuk periode November 2024, disertai dengan rilis suku bunga deposit facility dan lending facility.
Menurut konsensus CNBC Indonesia yang melibatkan 17 lembaga atau institusi, sebagian besar memproyeksikan BI akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75%.
Namun, delapan lembaga lainnya memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga di level 6%. Sebelumnya, pada Oktober 2024, BI tetap menahan suku bunga acuan di angka 6%, dengan rincian suku bunga deposit facility sebesar 5,25% dan lending facility sebesar 6,75%.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa keputusan tersebut konsisten dengan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi tetap terkendali dalam target 2,5% pada 2024-2025, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nilai tukar rupiah.
Fokus kebijakan moneter saat ini juga diarahkan pada stabilitas nilai tukar akibat ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat.
Namun, pandangan pasar terkait keputusan RDG BI kali ini terbelah. Sebagian pihak memprediksi pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,75%, sementara yang lain memperkirakan suku bunga tetap di level 6%.
Presiden Direktur Samuel Aset Manajemen, Agus Basuki Yanuar, memprediksi BI tidak akan menurunkan suku bunga pada November.
Pandangan serupa disampaikan oleh Head of Equity Research Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro, yang menyebutkan BI kemungkinan masih akan mempertahankan suku bunga di tengah penguatan dolar AS belakangan ini.
Putera juga menambahkan bahwa Desember biasanya menjadi bulan dengan pelemahan musiman dolar AS, di mana indeks dolar (DXY) menunjukkan penurunan rata-rata sebesar 1,3% setiap Desember sejak 2017.
Sementara itu, sekitar separuh pelaku pasar memperkirakan BI akan memangkas suku bunga sebesar 25 bps untuk mendorong perekonomian domestik, terlebih setelah The Fed lebih dahulu menurunkan suku bunganya pada awal November.
Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas, Fikri Permana, juga menilai BI perlu memangkas suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menurunkan biaya dana.
Di sisi lain, kebijakan suku bunga bank sentral China juga menjadi perhatian, karena akan diumumkan pada hari yang sama dengan RDG BI.
Pasar memperkirakan China akan mempertahankan Loan Prime Rate (LPR) untuk tenor satu tahun di 3,1% dan tenor lima tahun di 3,6%, setelah sebelumnya menurunkan dari 3,35% dan 3,85%.