Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menyoroti dampak negatif kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% terhadap daya saing sektor pariwisata Indonesia di kancah regional. Menurutnya, kebijakan ini dapat memperburuk posisi Indonesia dalam persaingan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam, yang telah lebih dahulu menunjukkan pemulihan signifikan pascapandemi.
Karena itu, dia meminta pemerintah menunda pemberlakuan kebijakan PPN 12% di tahun 2025 nanti.
“Kenaikan PPN akan memengaruhi harga tiket pesawat dan biaya paket wisata secara keseluruhan. Produk pariwisata Indonesia tentu akan berkompetisi dengan negara-negara yang ada di ASEAN,” kata Maulana dalam Profit CNBC Indonesia, dikutip Jumat (22/11/2024).
Maulana menjelaskan, saat ini Indonesia berada di peringkat kelima di ASEAN dalam hal kunjungan wisatawan mancanegara (wisman), tertinggal dari Thailand, Malaysia, dan bahkan Vietnam. Maulana menilai, kebijakan kenaikan PPN justru akan memperlebar kesenjangan ini, mengingat negara-negara tetangga terus memperkuat strategi untuk menarik wisatawan internasional.
“Juaranya wisman itu adalah Thailand, nomor satu kan, yang juga cukup baik dalam recovery negaranya untuk mendatangkan wisman pasca daripada Covid-19 itu sendiri. Kedua ada Malaysia. Posisi Indonesia yang sebenarnya sekarang berada di peringkat kelima, bahkan di bawah Vietnam, tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia bagaimana mengembalikan jumlah wisman dan juga bagaimana bersaing, memiliki daya saing terhadap negara-negara ASEAN tadi. Ini yang paling penting,” ujarnya.
Selain itu, dia juga menyoroti kenaikan PPN dapat mendorong masyarakat Indonesia untuk lebih memilih berwisata ke luar negeri ketimbang dalam negeri.
“Masalah harga tiket yang membuat ketertarikan masyarakat Indonesia untuk berpergian atau ber-travelling keluar dari Indonesia itu juga menjadi meningkat. Kenapa? PPN itu memengaruhi harga tiket, sudah pasti itu. Nah sebelum kita menaikkan, dalam kondisi sekarang 11% saja itu masih menjadi isu, apalagi nanti kalau kita meningkat lagi, tambah 1% (besaran poin kenaikan PPN),” terang dia.
PHRI menyarankan agar pemerintah menunda kenaikan PPN untuk mendukung pemulihan daya beli masyarakat dan sektor pariwisata. Selain itu, Maulana juga menekankan pentingnya perbaikan pada aspek regulasi perizinan usaha yang saat ini menjadi beban berat bagi pelaku industri.
“Kami berharap kenaikan PPN ini sebaiknya ditunda ya. Karena kondisi daya beli masyarakat saat ini sedang terganggu dan dinamika ekonomi juga masih panjang perjalanannya ke depan. Kedua, juga salah satunya adalah melakukan evaluasi terhadap permasalahan perizinan usaha yang juga meningkat,” kata Maulana.
“Nah ini tentu kondisi-kondisi yang kita selalu dorong ke pemerintah, untuk dilihat agar kita bisa juga berkontribusi meningkatkan kembali sektor pariwisatanya dan bersaing
Selain itu, PHRI berharap pemerintah tidak hanya fokus pada peningkatan peringkat dalam Travel and Tourism Development Index (TTDI), tetapi juga memperhatikan aspek jumlah wisatawan dan dampaknya terhadap devisa serta lapangan kerja.
“Indeks memang penting, tetapi yang sangat penting adalah market. Karena market itu akan membuka peluang untuk peningkatan devisa dan juga membuka lapangan kerja. Ini menjadi hal penting yang harus diukur oleh pemerintah nantinya,” pungkasnya.