Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) memutuskan mendengarkan argumentasi TikTok dan perusahaan induknya asal China, ByteDance, soal polemik nasib TikTok di AS.
TikTok dan ByteDance meminta pemblokiran terhadap aturan pemerintah AS yang memaksa ByteDance melakukan divestasi terhadap TikTok. Dalam aturan itu, jika tak lepas dari ByteDance, TikTok akan diblokir permanen secara nasional pada 19 Januari 2025 karena dinilai mengancam keamanan nasional.
TikTok dan ByteDance pada 16 Desember 2024 melayangkan permintaan darurat ke Mahkamah Agung untuk meminta penangguhan pemblokiran yang dijadwalkan pada 19 Januari 2025.
Keduanya mengatakan perlu menunggu pertimbangan dari pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden AS terpilih Donald Trump yang dilantik pada 20 Januari 2025.
Keputusan Mahkamah Agung untuk mendengarkan argumentasi TikTok dan ByteDance tidak berarti lembaga tersebut akan menuruti untuk memblokir aturan yang ditetapkan pemerintahan Joe Biden.
Nasib TikTok di AS sepertinya akan ditentukan pasca argumentasi di persidangan yang dijadwalkan pada 10 Januari 2025 mendatang.
Dalam permintaan daruratnya, TikTok mengatakan pemblokiran terhadap platformnya melanggar perlindungan kebebasan berpendapat masyarakat AS yang tertuang dalam Amandemen Pertama Konstitusi AS.
TikTok mengapresiasi keputusan Mahkamah Agung yang mau mempertimbangkan argumentasi platform tersebut.
“Kami percaya Mahkamah Agung akan menemukan bahwa pemblokiran TikTok tak sesuai konstitusi, sehingga 170 juta masyarakat AS di platform kami bisa terus mendapat hak kebebasan berpendapat mereka,” kata TikTok.
TikTok dan ByteDance mengatakan bahwa penutupan selama satu bulan saja akan menyebabkan TikTok kehilangan sekitar sepertiga penggunanya di AS dan melemahkan kemampuannya untuk menarik pengiklan, memberikan upah ke kreator konten, serta merekrut karyawan berbakat.