Media asing kembali menyoroti pembangunan ibu kota Nusantara (IKN). Ini setidaknya dimuat The Economist dalam artikel berjudul “Indonesia’s crazy new capital is built on vanity”.
“Warisan Presiden Joko Widodo (atau Jokowi) seharusnya adalah politik bebas korupsi dan revolusi infrastruktur di Indonesia,” muat laman itu di pembukaannya, dikutip Rabu (21/8/2024).
“Di permukaan, ia telah berhasil sebagian dalam hal yang terakhir. Selama satu dekade berkuasa, pemerintahan Jokowi telah mengawasi sekitar 200 proyek besar,” tambahnya menyebut Jokowi.
“Yang paling megah dari semuanya secara resmi dibuka pada 17 Agustus, ketika Nusantara, ibu kota baru yang sepenuhnya dibentuk dari hutan Kalimantan, menyelenggarakan perayaan untuk menandai hari kemerdekaan Indonesia yang ke-79,” ujarnya lagi.
Meski begitu, tulis The Economist, ada dua pertanyaan yang “tak enak” muncul. Pertama terkait kemungkinan gagalnya IKN dan kedua terkait apakah benar Jokowi akan keluar dari politik di 2024.
“Upacara tersebut menyoroti dua pertanyaan yang tidak mengenakkan. Salah satunya adalah apakah Nusantara merupakan proyek infrastruktur yang terlalu jauh: proyek kesombongan raksasa yang pasti akan gagal,” muat media itu.
“Yang kedua adalah apakah Jokowi benar-benar akan keluar dari politik ketika masa jabatannya berakhir pada bulan Oktober dan ia seharusnya menyerahkan kekuasaan kepada Prabowo Subianto,” muatnya.
Sorotan The Economist ke IKN merujuk sejumlah hal. Di antaranya kepindahan kantor Presiden beberapa waktu lalu, yang harus tertunda beberapa minggu, karena masalah listrik dan air bersih.
Lalu, pembebasan lahan, pembiayaan dan pengelolaan juga jadi masalah lain. Belum lagi fakta bahwa sektor swasta menanggung 80% biaya kota baru, yang bernilai total US$ 35 miliar.
“Namun, belum ada kesepakatan substantif yang ditandatangani,” tulisnya menyebut rencana investasi di sana.
“Dan untuk semua manfaat lingkungan yang digembar-gemborkan di masa depan (kota ini dibangun di atas tanah yang telah dibuka), para kritikus mengeluh bahwa pertumbuhannya akan mempercepat penggundulan hutan dan degradasi lingkungan,” muat The Economist.
Menurut lama itu, memang ancaman serius di Jakarta seperti naiknya air laut yang diperkirakan menenggelamkan sebagian kota di 2050, menjadi alasan pemindahan. Namun jarak antara keduanya yang mencapai 1.287 kilometer (km), yang menimbulkan masalah lain bagi pencari kerja.
“Pemerintah berharap rencananya untuk pembangunan industri akan menciptakan cukup banyak lapangan kerja untuk menarik 2 juta orang ke Nusantara pada tahun 2045 dan menggeser pusat gravitasi negara tersebut,” jelasnya.
“(Tapi) Untuk saat ini bahkan pegawai negeri enggan untuk pindah meskipun ada tawaran menarik, termasuk promosi awal dan perumahan gratis,” tegasnya.
Sorotan ke kekuasaan Jokowi ditujukan dengan menggaitkannya ke presiden baru penggantinya Prabowo Subianto. Termasuk apakah ia akan memiliki kekuasaan yang konsisten seraya menyebut “tidak ada transfer kekuasaan yang jelas dari Jokowi”.
The Economist menyebut bagaimana 12 Agustus lalu Airlangga Hartarto mengundurkan diri sebagai ketua Golkar. Lalu, menyiratkan bahwa ia dipaksa untuk mengundurkan diri.
Dikatakan pula bahwa ada desas-desus yang beredar bahwa Jokowi akan ditunjuk sebagai pelindung utama Golkar dalam pertemuan darurat para pemimpin partai pada tanggal 21 Agustus ini. Diutarakan pula bahwa parlemen sedang mempertimbangkan untuk membentuk dewan penasehat tertinggi.
“Beberapa orang menduga dewan ini dirancang untuk menciptakan kantor baru bagi Jokowi agar ia dapat terus menggunakan pengaruhnya dalam pemerintahan Prabowo,” kata The Economist lagi.
Disinggung pula reshuffle kabinet yang dilakukan 19 Oktober lalu. Jokowi merombak kabinetnya dan menempatkan dua orang kepercayaannya, Rosan Roeslani dan Bahlil Lahadalia, di kementerian ekonomi utama: energi dan investasi.
“Mereka akan dapat menggunakan pengaruh dan perlindungan yang cukup besar atas keputusan-keputusan penting seperti konsesi pertambangan,” klaim laman itu.
“Semua ini menunjukkan bahwa Jokowi tengah berupaya keras untuk mempertahankan kekuasaannya,” ujarnya.